Swiss, Mengandalkan Kenyamanan Transportasi

Untuk Swiss, negeri berpenduduk sekitar delapan juta jiwa ini, sektor pariwisata ialah primadona. Tak cuma lokasi tujuan berlibur serta beberapa daya tariknya yang dikemas sedemikian rupa, tapi dengan infrastruktur, terutama jaringan transportasi umum yang relatif ”ramah” juga dibuat serta prima. Kereta api menjadi tulang punggung. Jaringan kereta ini terkoneksi dengan kapal, bus, dengan trem memasuki Swiss Travel System.

Demikian kita menembus pada bandara kota Zurich ataupun stasiun kereta api dalam kota Luzern, berada petunjuk yang mengarahkan pengunjung menuju kantor pusat data pariwisata ataupun loket demi menerima tiket yang bisa digunakan dalam berbagai moda transportasi umum di Swiss.

Merekapun mengatakan tiket ini Swiss Travel Pass. Ketepatan kondisi dengan relatif banyaknya pilihan jam keberangkatan kereta menciptakan jaringan transportasi ini pun jadi pilihan warga setempat.

Lukas Huck, warga kota Luzern yang bekerja pada kota Zurich, misalnya, memilih selalu tinggal pada kota kelahirannya ini. Alasan ia, selain biaya hidup di Zurich makin mahal dibandingkan dalam Luzern, perjalanan juga kereta pergi-pulang menuju kantornya bisa ditempuh sekota satu jam. ”Dari rumah ke stasiun pada Luzern saya bersepeda. Begitu setelah stasiun dalam Zurich, saya bisa alternatif kaki ke kantor,” ucapnya.

Jumlah penduduk yang relatif sedikit, ketepatan saat, serta banyaknya pilihan jadwal kereta api menciptakan orang bukan perlu berdesak-desakkan dalam kereta meski pada jam sibuk sekalipun. Orang yang menunggu pada emplasemen tidak berdesakan. Hal yang jadi pemandangan umum pada stasiun sebagai orang- orang yang berlari atau berjalan tangkas mengejar kereta masing- masing.

Sedangkan untuk wisatawan, perjalanan juga kereta selain nyaman, pemandangan, event penduduk pada tempat-tempat yang dilewati kereta, dengan isu yang ”dikemas” membuat sebagian penumpang rasanya sayang melewatkannya.

Sebuah ini, misalnya, sebagian meja pada gerbong kereta diberikan peta, gambar, serta nama kota-kota yang dilalui rangkaian kereta itu. Setiap gambar memperlihatkan ”kekhasan” setiap kota, semacam kastil, gunung, dan danau. Sementara kemasan gossip antara lain muncul tentang tiga pria pembuat keju di Appenzell.

Lepas dari seluruh tersebut, pemandangan alam jadi sajian nomor satu yang dapat dinikmati penumpang kereta. Di perjalanan selama tetangga dua jam dari kota St Gallen menuju Luzern, misalnya, rangkaian kereta melewati 11 stasiun. Selama perjalanan tersebut, mata kita dimanjakan, antara lain, dengan kebun-kebun jagung yang menguning, air danau yang kebiruan, serta deretan kapal yang tertambat pada sekitarnya.
Pada sesi lain, penumpang dapat memperhatikan deretan gudang yang berkesan ”dingin”, dan rumah- rumah dalam kejauhan yang dikelilingi hijau rerumputan. Pemandangan lain merupakan sekumpulan sapi yang tengah merumput lengkap juga kalung bel pada lehernya. Kehijauan ini mengingatkan saya pada perjalanan kereta dari Jakarta ke Jawa Tengah, misalnya, serta pemandangan antara lain hamparan padi yang menghijau.

Jalur kereta

Kemasan berwisata juga disesuaikan serta jalur kereta demi menggampangkan pengunjung menggunakan obyek tamasya. Misalnya, pada rute Zurich-Schaffhausen, kereta melintasi air terjun Rhine Falls. Berada pula kemasan liburan dari St Gallen yang memungkinkan pengunjung pada sehari sedikitnya memanfaatkan 2 tempat target tamasya, yakni Mount Santis yang sebagian bukitnya tertutup salju sekaligus menggunakan kota tua Appenzell.

Kemasan liburan lain sebagai bersepeda memakai sebagian Danau Konstanz, taman-taman, juga suasana perumahan, maupun kegiatan warga setempat di Rorschach. Letaknya bukan jauh dari stasiun Rorschach yang di lewati kereta rute Schaffhausen- St Gallen. Dari stasiun, pengunjung berjalan kaki menuju lokasi penyewaan sepeda.

Sambil bersepeda memanfaatkan air danau yang tenang serta sesekali berhenti demi melihat tumbuhan laut ataupun ikan pada air danau nan jernih, pikiran saya melayang ke hutan mangrove yang terdapat pada segala lokasi di Tanah Air. Hutan mangrove yang terpelihara dengan bebas sampah dapat dikemas menjadi satu diantaranya target berlibur alam yang menarik.

Evelyn Manser, pemandu tamasya dalam Appenzell, bercerita, pemerintah setempat juga ketat menjaga kelestarian bangunan lama dalam kota minor tersebut. Bangunan yang didirikan dalam tahun 1560-1905 itu dilestarikan arsitekturnya, tetapi penggunaannya disesuaikan demi prioritas bertamasya, semacam kantor data bertamasya, toko, restoran, dan penginapan.

Sesuatu serupa dan kelihatan pada kota lama Stein am Rhein yang dinding luar bangunannya didominasi gambar-gambar yang berkisah tentang kala masyarakat setempat musim 1600 sesudah 1800. Misalnya, hukuman mati kepada perempuan yang diungkap berselingkuh juga biji-bijian sereal yaitu makanan utamanya.

”Jendela kaca rumah lama pada sini nyaris selebar bagian depan bangunannya. Konon, ini dimaksudkan demi mempermudahkan pengawasan antarpenduduknya,” tutur Babis Bistolas, pemandu bertamasya.

KOMPAS/CHRIS PUDJIASTUTI Dinding luar kenyataannya bangunan di kota lama Stein am Rhein, Swiss dihiasi gambar-gambar yang berkisah mengenai keadaan seluruh kalangan musim 1600-1800.
Semua obyek tamasya ini ditunjang kemudahan transportasi demi mencapainya. ”Jaringan kereta kami menjangkau tetangga 75 kota (pada Swiss),” tutur Stephanie Eich dari Swiss Travel System.

Sebuah ini mampu dimengerti dikarenakan 73,7 persen perekonomian Swiss ditunjang sektor jasa, semacam perbankan, asuransi, juga turisme. Dalam Switzerland in brief diberitahukan, turisme menjadi kunci perekonomian negeri itu. Tidak kurang dari 215.000 warganya bekerja pada sektor pariwisata.

Dari sisi obyek liburan, sebenarnya Indonesia bukan kalah menggoda. Kini belakangan tersebut atensi pemerintah dan rakyat kepada pelestarian bangunan lama di beberapa lokasi relatif meningkat. Sayang, tetap banyak obyek tamasya pada Tanah Air yang tidak didukung infrastruktur memadai untuk mencapainya.

Tinggalkan komentar